Kontraksi Manufaktur di Indonesia: Dampak Penurunan Permintaan Ekspor dan Domestik

Ardian Fikri Rizki, S.M., M.M
5 min readSep 15, 2024
Photo by xyzcharlize on Unsplash

Pendahuluan

Sektor manufaktur merupakan salah satu pilar utama dalam perekonomian Indonesia. Sejak beberapa dekade terakhir, kontribusi sektor ini terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) cukup signifikan. Manufaktur menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan menjadi tulang punggung bagi perkembangan ekonomi domestik. Namun, laporan Purchasing Managers’ Index (PMI) terbaru yang dirilis oleh S&P Global untuk bulan Agustus 2024 menunjukkan bahwa sektor ini mengalami kontraksi yang cukup serius. PMI Indonesia tercatat di angka 48,9, yang menandakan bahwa sektor manufaktur sedang menghadapi penurunan aktivitas.

PMI merupakan indikator penting dalam mengukur kesehatan sektor manufaktur. Angka di atas 50 menunjukkan ekspansi, sedangkan angka di bawah 50 menunjukkan kontraksi. Dengan angka 48,9 pada Agustus 2024, ini adalah kali kedua PMI Indonesia berada di bawah batas ekspansif dalam beberapa bulan terakhir, yang menunjukkan perlambatan yang semakin dalam. Penurunan ini tidak hanya mencerminkan masalah domestik, tetapi juga pengaruh dari pasar global yang sedang bergejolak. Pada artikel ini, kita akan membahas faktor-faktor utama di balik kontraksi manufaktur di Indonesia, dengan fokus pada penurunan permintaan ekspor dan domestik serta dampaknya terhadap perekonomian.

--

--

Ardian Fikri Rizki, S.M., M.M

A Lifelong Learner in the Fields of Business, Economics, Technological Innovations, and Political Discourse.